A. Identitas
Novel
Judul
|
:
|
Ronggeng
Dukuh Paruk
|
Penulis
|
:
|
Ahmad
Tohari
|
Penerbit
|
:
|
Gramedia
Pustaka Utama
|
Tahun
Terbit
|
:
|
1982
|
Cetakan
|
:
|
Ke-9
|
Kota
Terbit
|
:
|
Jakarta
|
Tebal
Buku
|
:
|
408
halaman
|
B. Biografi Pengarang
Ahmad Tohari adalah
sastrawan yang terkenal dengan novel triloginya Ronggeng Dukuh
Paruk yang ditulis pada tahun 1981. Lahir di Tinggarjaya, Jatilawang,
Bnayumas, Jawa Tengah pada 13 Juni 1948. Ahmad Tohari menamatkan SMA di
Purwokerto. Setelah itu beliau menimba ilmu di Fakultas Ilmu Kedokteran Ibnu
Khaldun, Jakarta (1967-1970), Fakultas Ekonomi Universitas Sudirman,
Purwokerto (1974-1975), dan Fakultas Sosial Politik Universitas Sudirman
(1975-1976).
Ahmad Tohari sudah banyak menulis
novel, cerpen, dan secara rutin pernah mengisi kolom Resonansi di harian
Republika. Karya-karya Ahmad Tohari juga telah diterbitkan dalam berbagai
bahasa seperti bahasa Jepang, Tionghoa, Belanda dan Jerman. Novel Ronggeng
Dukuh Paruk bahkan pernah beliau terbitkan dalam versi bahasa
Banyumasan yang kemudian mendapat perhargaan Rancage dari Yayasan
Rancage, Bandung pada tahun 2007. Cerpennya berjudul “ Jasa-jasa buat
Sanwirya” pernah mendapat hadiah hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang
diselenggarakan Radio Nederlands Wereldomroep. Sedangkan novelnya Kubah yang
diterbit pada tahun 1980 berhasil memenangkan hadiah Yayasan Buku Utama pada
tahun 1980.
Beberapa waktu lalu novel
triloginya, Ronggeng Dukuh Paruk diadaptasikan ke layar lebar dengan judul
Sang Penari. Menurutnya di film ini sang sutradara di beberapa
bagian lebih berani menggambarkan apa yang ia sendiri tidak berani
menggambarkannya. Ia pun ikut larut dalam emosi film ini meski endingnya
tidak setragis versi novel. Beberapa karya Ahmad Tohari sebagai berikut :
Kubah (novel, 1980), Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982), Lintang Kemukus Dini
Hari (novel, 1985), Jantera Bianglala(novel, 1986), Di Kaki Bukit Cibalak(novel,
1986), Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989), Berkisar Merah(novel, 1993),
Lingkar Tanah Lingkar Air(novel, 1995), Nyanyian Malam(kumpulan cerpen,
2000), Belantik(novel, 2002), Orang Orang Proyek(novel, 2002), Rusmi Ingin
Pulang(kumpulan cerpen, 2004), dan Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan(novel
bahasa jawa, 2006).
|
Dukuh
Paruk masih kental sekali dengan kesenian Ronggengnya. Sampai ada kejadian
hampir seluruh warga Dukuh Paruk keracunan tempe bongkrek, termasuk sang
ronggeng dan akhirnya meninggal. Akhirnya dukuh tersebut pun terasa mati,
dengan hilangnya kesenian ronggeng. Hingga pada akhirnya setelah beberapa
tahun gadis cilik bernama Srintil yang
menghidupkan kembali kesenian ronggeng. Srintil memiliki inang yang ada pada
dalam dirinya. Hal tersebut diketahui oleh Sakarya kakek Srintil. Pada saat
Srintil sedang bermain bersama dengan kawannya, Rasus, Darsun, dan Warta,
kakek Srintil mengamati Srintil. Srintil melakukan permain menari, dan tiga
kawannya bermain selaku pemain gendang yang mengiringi Srintil menari. Tanpa
pikir panjang Sakarya pun mengadukan hal tersebut kepada Kartereja sang dukun
ronggeng. Awalnya Kartareja tidak percaya akan kemampuan Srintil. Tapi dalam
waktu singkat Srintil membuktikan pada Kartareja dan semua warga Dukuh Paruk,
bahwa dia memang mempunyai inang dan bisa menjadi ronggeng.
Untuk
menjadi seorang ronggeng, Srintil harus memenuhi beberapa rangkaian upacara.
Dan puncaknya di tandai dengan tradisi “bukak klambu”. Di mana seorang
ronggeng harus menyerahkan keperawanannya kepada lelaki yang mampu memenuhi
persyaratan dari sang dukun ronggeng. Orang-orang dukuh pun mulai ramai,
banyak para istri yang menginginkan suaminya yang akan memenangkan Srintil
pada malam “bukak klambu” tersebut. Karena masyarakat setempat percaya bahwa
siapapun yang bisa memerawani ronggeng pada malam “bukak klambu” hidupnya
akan lebih kaya dan bahagia.
Rasus
yang sedari kecil sudah menyukai Srintil merasa tidak terima dengan prosesi
tersebut. Rasus pun diam-diam mendatangi Srinti dan meminta Srintil untuk
membatalkannya, tapi niat Srintil sudah bulat untuk menjadi Ronggeng, karena
sudah sedari kecil Srintil suka menari dan memendam rasa ingin menjadi
Ronggeng. Karena tidak bisa menahan marah, Rasus memutuskan untuk pergi dari
Dukuh Paruk, meninggalkan nenek dan seluruh warga Dukuh Paruk. Srintil menjalani tahap terakhir yaitu “bukak
klambu” menyerahkan keperawanannya kepada orang yang telah memenangkan
sayembara itu yaitu Sulam dan Dower pemuda di Dukuh Paruk. Terjadi
pertengkaran hebat antara Sulam dan Dower, mereka memperebutkan Srintil. Saat
para pemenang sayembara sedang betengkar hebat Rasus mendatangi kamar Srintil lewat
jendela. Dan tanpa ada yang mengetahui, Rasus telah terlebih dahulu merenggut
keperawanan Srintil.
Esoknya
Rasus pun benar-benar pergi dari Dukuh Paruk. Rasus kini bekerja sebagai
tobang di pasar Dawuan. Di pasar itulah Rasus bisa melihat Srintil yang
sedang berbelanja bersama Nyai Kartareja. Tapi Rasus hanya melihatnya dari
jauh saja. Sampai pada akhirnya Rasus di suruh membantu tentara yang sedang
mengamankan Dawuan. Hidup Rasus pun mulai berubah, dia menjadi seorang yang
gagah dan tidak lagi buta huruf.
Srintil
sekarang semakin terkenal sebagai ronggeng. Banyak tawaran pementasan
dimana-mana. Awalnya Srintil sangat senang menjalani sebagai ronggeng, karena
setelah Srinitil menjadi ronggeng hidupnya pun berubah. Srintil mempunyai
banyak perhiasan dan bisa membangun rumah Kartareja menjadi lebih bagus. Tapi
pada suatu titik Srintil mulai merasa lelah dan kehilangan sosok Rasus.
Srintil juga mulai perpikir dia ingin seperti wanita lainnya, menikah dan
memiliki seorang anak.
Rasus
yang rindu akan kampung halamannya pun akhirnya kembali ke Dukuh Paruk, untuk
melihat keadaan neneknya dan kampung halamannya. Rasus kini menjadi seorang
yang di banggakan oleh Dukuh paruk, terlebih saat dirinya berhasil meringkus
orang-orang yang akan maling di rumah Kartareja. Tetapi saat kembali ke
rumahnya, Rasus melihat keadaan neneknya yang sedang sekarat. Setelah melihat
kedatangan Rasus, neneknya pun menghembuskan nafas terakhir. Usai neneknya
dimakamkan, Rasus pergi dari Dukuh paruk. Tapi selama beberapa hari di Dukuh
Paruk, Rasus dan Srintil pun selalu bersama, Rasus selalu menikmati
keperempuanan Srintil. Ke esokan paginya, Rasus meninggalkan Srintil yang
masih tertidur lelap.
Pada
akhirnya Srintil pun benar-benar tidak mau meronggeng lagi. Dia benar-benar
muali merasa lelah. Srintil hanya berbaring di ranjangnya karena tergolek
lemas. Sampai pada saat Srintil bertemu Goder, bayi Tampi. Kesehariannya kini
hanya merawat Goder, dianggapnya Goder sebagai anaknya sendiri. Srintil
merawat Goder layaknya ibu kandungnya, bahkan Srintil tidak memperbolehkan
Goder di bawa pulang oleh Tampi. Tampi di suruh merawat anakny yang lain dan
menjaga kehamilannya saja.
Srintil
tetap pada pendiriannya tidak ingin meronggeng, hingga pada suatu saat datang
tawaran menari dari Kantor Kecamatan Dawuan yang akan menggelar pentas
kesenian menyambut perayaan Agustusan. Namun karena mendapat ancaman dari Pak
Ranu, yaitu dari Kantor
Kecamatan. Srintil akhirnya
bersedia untuk meronggeng lagi. Tanpa
sepengetahuan Kartareja
dan seluruh anggota pementasan ronggeng, perayaan Agustusan pada tahun 1964
itu sengaja dibuat berlebihan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia
(PKI). Warna merah dipasang di mana-mana dan muncullah pidato-pidato yang
menyebut-nyebut rakyat tertindas, kapitalis, imperalis, dan sejenisnya.
Paceklik di
mana-mana sehingga menimbulkan kesulitan ekonomi secara menyeluruh. Pada
waktu itu, orang-orang Dukuh Paruk tidak berpikir panjang dan tidak memahami
berbagai gejala yang berkembang di luar wilayahnya. Dalam masa paceklik yang
berkepanjangan, Srintil terpaksa lebih banyak berdiam di rumah, karena jarang
orang mengundang berpentas untuk suatu hajatan. Namun, tidak lama kemudian
Srintil sering pentas di rapat-rapat umum yang selalu dihadiri oleh tokoh
Bakar. Srintil tidak memahami makna rapat-rapat itu, yang dia tahu hanyalah
menari melayani nafsu kelelakian.
Sampai
pada akhirnya Dukuh Paruk di tuduh sebagai partai komunis. Hampir dari
seluruh warga Dukuh Paruk di tahan. Malang nasib Srintil, dialah yang paling
lama mendekam dalam penjara. Sembari melayani nasfu-nasfu jahat para lelaki
di sana. Selama dua tahun Srintil mendekam dalam penjara, akhirnya dia pun
bebas dan kembali ke Dukuh Paruk. Srintil menutup rapat-rapat kisah yang
terjadi selama dirinya berada didalam penjara. Srintil melepaskan gelarnya
sebagai ronggeng, karena inang ronggeng juga sudah tidak ada pada dirinya. Saat pulang yang pertama dituju
adalah rumah Tampi, Srintil ingin menemui Goder. Lama tak bertemu dengan
Goder, membuat anak itu tidak mengenali Srintil. Tapi saat Tampi mengatakan
bahwa Srintil juga emak Goder, anak itu pun mau ikut bersama Srintil.
Tahun 1969 adalah Dukuh Paruk yang tetap bodoh dan miskin.
Sakarya pergi ke makam Ki Secamenggala. Setelah meletakan batu di samping
cukup dan mengatakan pada Kartareja bahwa ajalnya akan segera datang. Maut
pun menjemput Sakarya, dia meninggal dalam kelelahan. Dan di bawah batu yang
telah diletakan oleh Sakarya, nantinya Sakarya akan dimakamkan. Hanya tawa
riang Goder yang mampu membuat Srintil lupa akan kegetiran hidup yang baru
saja dialaminya.
Hingga ia bertemu dengan Bajus, lelaki
yang muali dekat dengannya. Dengan ketulusan dan kebaikan bajus Srintil
menjadi terbuka dan dekat dengan Bajus. Semakin hari Srintil semakin dekat
dengan Bajus dan kehidupan Srintil mulai membaik.
Tapi pada akhirnya Srintil tau bahwa Bajus menjual dirinya kepada Pak Blegur. Bajus memanfaatkan Srintil demi proyek yang akan di dapatkan dari Pak Blengur. Ternyata setelah melihat Srintil Pak Blengur tidak jadi menikmati Srintil. Malah Srintil mendapatkan banyak uang dari Pak Blengur. Bajus merasa sangat bersalah, Srintil tidak menjawab sepatah katapun dari ucapan Bajus, akhirnya Srintil pun diajaknya pulang.
Seusai kejadian itu, jiwa Srintil semakin tergoncang dan akhirnya
menjadi gila. Rasus setelah sekian lama menghilang dari Dukuh Paruk akhirnya
kembali. Yang pertama dituju saat kembali ke Dukuh Paruk adalah rumah
Srintil. Perasaan Rasus pun terluka melihat keadaan Srintil yang
memprihatinkan. Srintil terlihat kusut dengan menggunakan celana kolor dan
kaos yang sudah robek-robek.
Tanpa di minta Kartareja menceritakan semua yang terjadi terhadap
Srintil. Sehingga membuat Srintil menjadi seperti sekarang ini. Keesokan
harinya Rasus datang kerumah Srintil dan meminta Srintil untuk dimandikan dan
dipakaikan pakaian yang Rasus berikan. Karena Rasus akan membawa Srintil ke
rumah sakit tentara, di sanalah Srintil akan di rawat. Di rumah sakit itu ada
bagian perawatan penyakit kejiwaan.
|
1.
Keunggulan Novel
Kelebihan novel ini terletak pada
penceritaan yang menyeluruh dari penulis mengenai lingkungan sosial budaya
dengan berbagai adat dan tradisinya, serta kesederhanaan yang tampak dari para
masyarakatnya. Hal Ini tentunya sangat memberi pengaruh besar terhadap saya
sendiri, karena saya bisa mempunyai gambaran umum tentang zaman yang masih
dibayangi dengan orang-orang komunis. Selain itu, saya juga bisa mengetahui
tentang kesederhanaan masyarakat pada zaman itu yang makan hanya dengan tempe
bongkrek. Jika dibandingkan dengan film sang penari, novel ini jauh lebih
menarik. Karena, dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk penulis menceritakan segala
sesuatu mengenai lingkungan sosial budaya yang dijelaskan dengan
sangat mendetail dan jelas. Dan jika dibandingkan dengan film Sang
Penari jauh lebih menarik novel ini. Karena, penceritaan dan
penggambaran mengenai lingkungan sosial budaya dalam film hanya
sekilas dan tidak menyeluruh. Mungkin karena film Penari
juga hanya mengadopsi salah satu cerita dari trilogi Ronggeng Dukuh
Paruk, yang berjudul Lintang Kemukus Dini
Hari sehingga penggambaran lingkungan social budayanya kurang detail
seperti penggambaran yang ada pada novel Ronggeng Dukuh Paruk.
2.
Kelemahan Novel
Kelemahan novel ini terletak pada
penggunaan bahasa. Dalam novel ini penulis menggunakan bahasa yang tidak baik
dan kotor antara lain Asu buntung, bajul buntung, dan sebagainya.
Selain itu penulis juga menyelipkan tentang hal-hal yang berbau pornografi
pada novel ini, seperti halnya malam bukak klambu dengan
para laki-laki yang harus dilakukan seorang ronggeng. Jika dibandingkan
dengan film sang penari, bahasa masyarakat dalam film Sang Penari masih
lebih sopan. Walaupun masih ada satu atau dua bahasa yang masih kotor dan
tidak baik. Malam bukak klambu pun dalam film sang
penari juga tidak ditayangkan fulgar seperti apa
yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk.
|
Menurut saya novel ini sudah sangat layak
untuk dibaca para pelajar, khususnya para mahasiswa. Karena dengan membaca
novel ini, kita akan lebih memahami budaya-budaya diluar lingkungan kita dan
kita juga bisa memiliki gambaran tentang apa saja yang terjadi ketika
orang-orang komunis menyerang rakyat kita.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar